Kamis, 11 April 2013

SEJARAH TIMBULNYA PERSOALAN KALAM DALAM ISLAM



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 LAHIRNYA ILMU KALAM

Untuk mengetahui timbulnya persoalan ilmu kalam dalam islam termasuk perkembangan pemikiran umat islam pada masa Rasulullah saw.

Bahwasannya, ilmu kalam baru dikenal setelah orang-orang membicarakan kepercayaan alam ghoib dan berhubungan dengan dunia luar atau dunia filsafat.

Pada abad ke 2 H (8 M) munculah ilmu kalam dan sufisme di kalnagan umat islam, salah satunya pemikiran Al Kindi yang dikenal filsafat pertama kali. Begitu pula pada masa Khulafaur Rosyidin. Pada masa itulah suasana pemikiran islam dikembangkan oleh beberapa orang yang bisa disebut pemikir perintis.


Ada 2 pengaruh yang dapat ditelusuri dan juga sebagai sumber-sumber kemunculan ilmu kalam, yaitu : 
1)      Sumber langsung, ya’ni Qur’an dan Hadist. Keduanya memberikan motivasi sehingga memunculkan pemikiran dalam islam. Yang dimaksudkan pemikiran dalam islam tiada lain adalah sebagai upaya akal dari para ulama islam untuk menerangkan islam dari sumbernya yang asli, ya’ni al qur’an dan hadits.
2)      Sumber tidak langsung, ya’ni dapat ditelusuri melalui pemikiran-pemikiran pra islam sejak kekaisaran Byzantium dan Sassaid, filsafat yunani maupun akibat pemberontakan pada masa islam awal. Oleh Karena itu, kita mengetahui hubungannya dengan kemunculan pemikiran dalam islam, khususnya ilmu kalam.


2.2 FAKTOR INTERNAL

Untuk memudahkan pembahasannya, kami klasifikasikan menjadi 2 faktor, yaitu :


1.      Dorongan dan pemahaman  Al Qur’an
        
         Faktor internal yang mengundang berbeda pendapat dan senantiasa mengajak umatnya untuk berfikir. Kata-kata yang di pakai dalam Al qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir, misalnya, bukan hanya aqala, tetapi juga menggunakan beberapa kata yang menunjukan kepada pengertian dan tuntutan yang sam.Harun Nasution memberi contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk selalu menggunakan akalnya, sebagaimana berikut :
  1. Nazara : surat Qaf ayat 6, ath-Thariq ayat 5
  2. Tadabbara : surat Shad ayat 29, Muhammad ayat 24
  3. Tafakkara : surat an Aahl  ayat 69, al Jatsiah ayat 13,dst

Ayat tersebut mengandung anjuran, dorongan, bahkan perintah agar manusia banyak berfikir untuk memperhatikan alam semesta beserta isinya terutama hal-hal kepercayaan agama.

  1. Persoalan politik
         
Selain faktor di atas, faktor politik juga dapat memunculkan mazdhab-mazdhab pemikiran di lingkungan umat islam , khususnya pada awal perkembangannya. Maka, persoalan imamah (khilafah), menjadi persoalan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di lingkungan umat islam. Persolan ini muncul mungkin karena umat islam menyadari bahwa khalifah adalah amanah ilahi yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kultur, perdamaian serta menjamin manusia menjadi masyarakat yang tertib.
          
Tujuan itu telah berubah disebabkan kepentingan tujuan pribadi maupun golongan, sehingga terjadi pertentangan politik (political controversy) yang tentunya saling menyalahkan antar mereka.
           
Persoalan-persoalan politik memunculkan pula doktrin-doktrin teologis. Misalnya, khawarij yang menolak Muawiyah sekaligus membenci Ali, membawa fanatisme berlebihan dan menyatakan bahwa baik Muawiyah dan Ali adalah dosa atau kafir. Kemudian diperjelas oleh asy Syahrastani bahwa istilah kafir oleh Khawarij dikenakan kepada seorang muslim yang melakukan dosa besar. Tentu saja pandangan teologis ini ditentang oleh Syiah, sebagai pengikut ali.

Khawarij mengemukakan tentang persoalan ini, bahwa seorang yang melakukan dosa besar adalah tidak dapat disebut muslim lagi. Iman dan Mal tidak dapat dipisahkan. Berbeda dengan murji’ah yang tidak menempatkan suatu hukum bagi orang-orang yang melakukan dosa, tetapi di tangguhkan penghakimannya sampai hari akhir dan keputusannya ada di tangan Allah.
            
 Demikian, faktor politik dapat memunculkan mazdhab-mazdhab pemikiran di lingkungan umat islam khususnya pada awal perkembangan.

Sekaligus Prof. Dr. Ahmad Salaby menegaskan bahwa munculnya persoalan-persoalan di tengah-tengah umat islam merupakan kelemahan umat islam itu sendiri. Perbedaan diantara mereka menyebabkan terjadinya perpecahan. Sekalipun ada ungkapan hadist “ perbedaan pendapat di kalangan umatku itu menjadi rahmat “, pada pratiknya sulit diwujudkan. Hal ini, bukan berarti agama menjadi sumber konflik, akan tetapi pemeluknya itu sendiri yang menjadi sumber, yakni pertentangan masalah khilafah dan munculnya sekte-sekte dalam agama.  Persoalan-persoalan teologis yang di munculkan dari pertikaian politik itu, terutama berkenaan dengan apakah seorang muslim masih dapat disebut muslim ? atau apakah iman dalam hati saja sudah cukup, atau haruskah dinyatakan dalam perbuatan ?

Khawarij mengemukakan pendapat bahwa seorang yang melakukan dosa besar adalah tidak dapat disebut muslim lagi. Iman dan amal tidak dapat dipisahkan dan kedua hal ini menjadi ini pahamnya. Berbeda dengan murjiah yang tidak menetapkan status hukum bagi orang-orang yang melakuka dosa, tetapi ditangguhkan penghakimannya sampai hari akhir dan keputusannyaada di tangan Allah. Tampak jelas, murjiah berpandangan moderat menghadapi kelompok-kelompok keras yang mendukung dan menentang Ustman dan Ali. Karena sikapnya yang netral sering kali Murjiah disebut kaum Mu’tazilah. Lalu karena pahamnya memperoleh sebutan kaum Jariyah dan Predeterminis.

Perbedaan pendapat di kalangan umat islam pada mulanya di sebabkan persoalan politik yang pada akhirnya, berkembag menjadi persoalan teologis. Pada masa Al Khulafaur Rasyidin, misalnya banyak muncul masalah akidah yang sebenarnya bermula pada persoalan politik. Persoalan khalifah, pengganti nabi Muhaammad SAW. Sebagai pemimpin umat islam yang menyebabkan terpilah-pilahnya umat islam dalam berbagai aliran teologi.

  1. Persoalan teologi

Dari perdebatan dalam persoalan politik lalu menjalar ke persoalan teologi. Seperti, sikap Khawarij terhadap Ustman, kaum Khawarij juga memandang Ali dan Muawiyah sebagai kafir karena memkompromikan yang benar dengan yang palsu. Karena itu mereka merencanakan untuk membunh Ali, Muawiyah, dan Amr ibn Al ash gubernur Mesir yang sekeluarga membantu Muawiyah mengalahkan Ali dalam perang Siffin tersebut. Namun yang terjadi kaum Khawarij melalui seseorang bernama ibn Mujham, hanya berhasil membunh Ali. Sedangkan Muawiyah hanya mengalami luka-luka, dan Amr ibn Ash selamat sepenuhnya. Mereka juga membunuh sesorang yang bernama Khorijah yang dikira Amr ibn Al Ash karena kemiripan rupanya.

Inilah awal mula munculnya perdebatan I’tiqodiyah dalam jslam. Apakah seorang muslim yang berbuat dosa besar disebut kafir atau tidak. Kaum Khawaruj jelas mengatakan bahwa mereka menjadi kafir dan di akhirat nanti akan ditempetkan di neraka. Lalu munculah kelompok Murji’ah yang menentang pendapat Khawarij dengan mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar tidak disebut kafir selam masih ada iman di dalam hati. Adapun masalah apa mereka menjadi kafir atau tidak, diserahkan kepada Allah. Ada juga kelompok yang mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir. Dan ketika mereka meninggal, mereka berada diantara dua tempat, tidak di surga dan tidak pula di neraka. Kelompok yang memilih pendapat ini dikenal dengan nama kaum Mu’tazilah.

Persoalan ini telah menimbulkan 3 aliran teologi dalam islam yaitu :
  1. Aliran khawarij, menegaska bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
  2. Aliran murjiah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
  3. Aliran mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat di atas. Bagi, mereka,orang yang berdosa besar bukan kafir, yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah manzilatain (posisi diantara dua posisi).

Dalam islam, timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qadariyah Jabariyah. Mrenurut Qadariyah, manusia mempunyai kemedekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyah, berpendapat sebaliknya bahwamanusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.

Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasioal mendapat tantangan keras dari golongan tradisional islam, terutama golongan Hambali, yaitu pengikut-pengikut mazhab-mazhab Ibn Hambal. Mereka yang menantang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang dipelopori Abu Al-Hasan Al-Asyari. Di samping aliran Asy ariyah, timbul suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran Mutazilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al Maturidi. Aliran kemudian terkenal dengan nama teologi Al-Maturidiyah.

Aliran-aliran Khawarij, Murjiah, dan Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai sekarang adalah aliran Asyariyah dan Maturidiyah yang keduanya disebut Ahlusunnah wal Jama’ah.



     

2.3 FAKTOR EKSTERNAL

Berupa paham-paham keagamaan non islam tertentu yang mempengaruhi dan ikut mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam. Adapun faktor eksternal yang lain adalah filsafat yunani. Dalam sejarah pemikiran islam, filsafat ini berpengaruh terhadap orang-orang arab. Pemikiran filosofis ini diadopsi bersamaan dengan penaklukan wilayah. Menurut Imam Muhammad Abu Zahrah, filsafat yunani di perkenalkan kepada kaum muslimin melalui Persia yang secara kebetulan wilayah ini masih di pengaruhi oleh filsafat, demikian juga ketika menaklukan Syria, filsafat yunani sedang bahkan dijadikan “kemasan”agama mereka.

Wajarlah jika filsafat yunani telah menarik perhatian kaum muslimin, apalagi setelah adanya terjemahan-terjemahan buku filsafat yunani kepada bahasa arab sejak kholifah al Mansyur dan mencapai puncaknya pada masa khalifah al Maknun dari kekhalifahan Abasiyah. Sehingga al Maknun dipandang telah membangkitkan kultur islam di Baghdad melalui perhatian dan minat pribadinya terhadap pengetahuan yunani.

Filsafat Yunani telah dijadikan rujukn dan perlindungan untuk mengatasi masalah-masalah teologi yang muncul pada saat itu. Misalnya, bagaimana mengembangkan teokrasi yang ideal sesuai dengan keinginan Al Quran dan tradisi data sejalan dan diwujudkan dalam kehidupan nyata. Retorika dan metode diskusi sebagai bagian dari filsafat yunani, juga mendapat perhatian sendiri dari kaum muslimi sebagai suatu ilmu yang membicarakan tentang tata cara berdebat.

Pada kekhalifahan Abbasiyah inilah dimulai penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat yuani ke dalam bahasa arab. Dari hasil penerjemahan buku-buku peradaban yunani yang memberikan kedudukan tinggi kepada akal inilah berkemabang pemikiran yang maju dan tinggi pula dalam islam, baik dalam bidang keaagamaan  maupun dalam bidang on agama. Dalam bidang keagamaan munculah ilmu kalam , ilmu fiqih termasuk di dalamnya soal politik, ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu tasawuf, filsafat islam dll. Dalam biadang non agama timbul bahasa dan sastra arb, ilmu kedokteran, matematika, optika, astronomi, ilmu alam , ilmu bumi, sejarah dll.

Muslim Arab meyakini bahwa Al qur’an dan teologi islam merupakan summasi hukum dan pengalaman beragama. Oleh karena itu, muncul para penulis arab, dan mereka telah member batasan antara filsafat dan agama. Bersamaan dengan ini, maka kalam dalam arti teologi tampil secara perlahan dan mutakalliminmenjadi sebuah sinonim dalam telogi. Dengan demikian, filsafat yunani memberikan bantuan metodologis yang cukup besar dan berarti dalam ikut menentukan pola pikir mutakallimin dalam menjelaskan ajaran islam. Hal ini dapat dilihat dari dua aliran kalam terkenal di lingkungan umat islam. Yang jelas-jelas menggunakan “metode filsafat” , yakni Mu’tazilah dan Asy ariyah.

Mutazilah, menurut sebagian ahli tokoh-tokoh mu’tazilah merupakan pendiri ilmu kalam yang sebenarnya dalam islam. Kalam dibentuk dengan pemikiran sistematis tentang akidah islam, telah disusun oleh para pendiri Mu’tazilah dalam bentuk apologetic, sebagai pembelaan diri terhadap agamada kepercayaan non islam, maupun terhadap kalangan umat islam sendiri yang tidak sepaham dengan mereka. Dengan kalamnya itu, Mu’tazilah dianggap sebagai kampium pembela akidah islam selama beberapa abad.
Menurut Abu Zahrah, ada dua alasan Mu’tazilah mempelajari filsafat yunani yaitu berikut ini :
1.      Dalam filsafat ditemukan keserasian dengan kecenderungan pikiran mereka. Kemudian dijadikan metode berfikir, sehingga lebih kuat dan lancer berargumentasi.
2.      Ketika para filosof dan pihak-pihak lain berusahamenentukan dasar-dasar ajaran agama islam dengan argumentasi-argumentasi logika, Mu’tazilah dengan gigih menolak mereka, dengan menggunakan metode diskusi yang di ambil dari metode filsafat.

Dengan demikian yang menjadi sukber pemikiran ilmu kalam adalah Al Qur’an dan Al hadist. Sumber ini dipahami oleh umat islam berdasarkan perkembangan sejarahnya. Dari upaya memahai sumber tersebut, munculah aliran teologi dalam islam dengan masing-masing memiliki karakteristik dan pola pemikiran yang berbeda.
























SIMPULAN

Bahwasannya ilmu kalam baru saja dikenal oleh  berbagai masyarakat. Dan pada abad ke 2 H mulai berkembang sedikit demi sedikit.Temasuk olepemikiran-pemikiran islam. Adapun pengaruh kemunculan ilmu kalam terdiri dari sumber langsung yaitu quran dan hadist yang keduanya saling memotivasi. Dan juga dari sumber tidak langsung yang ditelusuri sejak zaman pra islam.   

Ada factor-faktor yang memudahkan kita dalam memahami pembahasan ini yaitu factor internal yang terdiri dari dorongan dan pamahaman quran, persalan politik yang salah satunya karena perbedaan politik yang menyangkut masalah kholifah dan imamah. Selanjutnya, factor eksternal yang kaitnnya dengan kalangan non islam yang berani mewarnai lingkungan umat islam. Seperti halnya,bangsa yunani. Sehingga mu’tazilah terpengaruh mempelajari filsafat yunani, hanya karena keserasian pada pemikiran mu’tazilah dan gigih menentang argumentasi-argumentasi para filosof-filosof lain.













                                             DAFTAR PUSTAKA

Rochimah : ilmu kalam,(Surabaya:IAIN Press, 2011) Cet 1
A.Hanafi :pengantar theology islam, (Kebon sirih Jakarta:Pustaka Al husna)
Nasution, Harun:teologi islam, (Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia press,1986)
Ghazali, Adeng Muchtar: perkembangan ilmu kalam dari klasik hingga modern, (Bandung:Pustaka Setia 2005)
Rozak, Abdul : ilmu kalam, (Bandung: Penerbit  Pustaka Setia,2001) Cet 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar