BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
Madani memiliki banyak istilah dan makna yang berbeda. Merujuk sejarah
perkembangan masyarakat sipil (civil society) di barat, banyak ahli di
Indonesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa. Masyarakat
sipil yang umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara
yang dikenal dewasa ini.
Untuk
pertama kalinya istilah masyarakat madani di munculkan oleh Anwar Ibrohim,
mantan Wakil Perdana Mentri Malaysia. Menurut Ibrahim, Masyarakat Madani
merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Menurutnya
pula, masyarakat madani mempunyai ciri-ciri yang khas: kemajemukan budaya (multicultural),
hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling memahami dan
menghargai budaya.[1]
Menurut
Prof.Nafsir Alatas Masyarakat Madani berasal dari bahasa arab yang terdiri dari
dua kata yaitu musyarokah dan madinah.Musyarokah yang berarti pergaulan atau
persekutuan hidup manusia, dalam bahasa latin masyarakat disebut socius yang
kemudian berubah bentuknya menjadi social,sedangkan madinah yang erarti
peradaban. Kemudian hal ini ber kaitan dengan kehidupan masyarakat yang dibina
Nabi Muhammad SAW seyelah beliau berhijrah ke madinah yang penduduknya dari
berbagai jenis etnis dan agama walaupun mayoritas beragama islam.Berdasarkan
asal usul pengertian tersebut maka yang di maksud Masyarakat Madani (civil
society) adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai nilai peradaban,yaitu
masyarakat yang meletakkan prinsip prinsip nilai dasar msyarakat yang harmonis
dan seimbang.[2]
B. Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
(Civil Society)
Civil society adalah filsuf yunani
Aristoteles (384-322 SM) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan
atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan Fase Pertama
sejarah wacana civi society. Pandangan ini telah berubah sama sekali dengan
rumusan civil society yang berkembang dewasa ini,yakni masyarakat sipil
diluar dan penyeimbang lembaga negara. Pandanga Aristoteles ini selanjutnya
dikembangkan oleh Markus Tullius Cicero(106-43 SM),Thomas Hobbes (1588-1679 SM),John
Locke (1632-1704 SM),dan tokoh tokoh masyarakat sipil lainnya.
Fase kedua. pada
tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society denagn
konteks sosial dan politik di Skotlandia. Ferguson lebih menekankan visi etis
pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak
lepas dari pengaruh revolusi kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial
yang mencolok.
Fase ketiga. Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai
sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagai
antitesis negara. Bersandar pada paradikma ini, Peran negara sudah saatnya
dibatasi. Menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk
belaka.
Fase keeampat. wacana civil society selanjutnya di kembangkan oleh G.
W. F. Hegel, Karl Marx, dan Antonio Gramsci. Dalam pandangan ketiganya, civil
society merupakan elemen idiologid kelas dominan.pemahaman ini adalah reaksi
atas pandangan paine yang memisahkan civil society dari negara. Berbeda dengan
pandangan paine, Hegel memandang sivil society sebagai kelompok subordinatif
terhadap negara.
Fase kelima. Wacana sivil society sebagai reaksi terhadap madzhab
Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville. Bersumber dari
pengalamannya mengamati budaya demokrasi Amerika. Tocqueville memandang civil
society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara. menurut tocqueville,
kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan
demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Mengaca pada kekhasan budaya
demokrasi rakyat Amerika yang bercirikan plural, mandiri, dan kedewasaan
berpolitik, menurutnya warga negara dimanapun akan mampu mengimbangi dan
mengontrol kekuatan negara.
C. Karakteristik Masyarakat Madani
1.
Free public sphare (wilayah publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan public, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan kepada
public.
2.
Demokratisasi, yaitu
proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga mewujudkan
masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi di butuhkan
kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan dan
kemandirian serta kemampuan untuk berprilaku demokratis kepada orang lain dan
menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
3.
Toleransi, yaitu kesediaan
individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap social yang
berbeda dalam masyarakat, sifat saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain.
4.
Pluralisme, yaitu sikap
mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan sikap
tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari tuhan
yang maha kuasa.
5.
Keadilan social, yaitu
adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban
setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik,
pengetahuan, dan kesempatan.) dalam pengertian lain, keadlian social adalah
hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh
kelompok atau golongan tertentu.
D. Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia
memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani). Bahkan jauh
sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang
diwakili oleh kiprahberagam organisasi social keagamaan dan pergerakan
nasionaldalam perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai
organisasi perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai organisasi
perjuangan penegakan HAMdan perlawanaan terhadap colonial, organisasi berbasis
islam, seperti Serikat Islam (SI), Nahdlatul Ulama(NU), dan Muhammadiyah, telah
menunjukkan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia menjadi karakter khas dari
sejarah masyarakat madani di Indonesia.
E. Gerakan Social untuk Memperkuat
Masyarakat Madani
IWAN
Gardono, mendefinisikan
F. Organisasi Pemerintah dalam Ranah
Masyarakat Madani
Gerakan
Sosial untuk Memperkuat Masyarakat Madani (Civil Society)
IWAN
Gardono, mendenifisikan gerakan sosial sebagai aksi organisasi sebagai aksi
organisasi atau kelompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang
perubahan sosial. Pandangan lain mengatakan bahwa gerakan sosial pada dasarnya adalah
bentuk perilaku politik kolektif non kelembagaan yang secara potensial
berbahaya karena mengancam stabilitas cara hidup yang mapan.
Keberadaan masyarakat madani tidak
terlepas dari peran gerakan sosial dapat dipadankan dengan perubahan sosial
atau masyarakat sipil yang didasari oleh pembagian tiga ranah, yaitu Negara
(state), perusahaan atau pasar (corporation atau market), dan masyarakat sipil.
Berdasarkan pembagian ini, maka terdapat gerakan politik yang berada di ranah
Negara dan gerakan ekonomi di ranah ekonomi. Pembagian ini telah dibahas juga
oleh Sidney tarrow yang melihat political parties berkaitan dengan gerakan
politik, yakni sebagai upaya perebutan dan penguasaan jabatan politik oleh
partai politik melalui pemilu. Sementara itu, gerakan ekonomi berkaitan dengan
lobby di mana terdapat upaya melakukan perubahan kebijakan public tanpa harus
menduduki jabatan public tersebut. Selain itu, perbedaan ketiga ranah tersebut
dibahas juga oleh habermas yan melihat gerakan sosial merupakan resistensi progesif
terhadap invasi Negara dan sistem ekonomi. Jadi, salah satu faktor yang
membedakan ketiga garakan tersebut adalah aktornya, yakni parpol di ranah
politik, lobbyist dan perusahaan di ekonomi (pasar), dan organisasi masyarakat
sipil atau kelompok sosial di ranah masyarakat sipil.
KESIMPULAN
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan
berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang undang
dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Perwujudan masyarakatmadani ditandai dengan
karakteritis masyarakat madani, di antaranya wilayah public yang bebas (free
public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan, (pluralism), dan keadilan
sosial.
Strategi membangun masyarakat madani di Indonesia
dapat dilakukan dengan integrasi nasional dan politik, reformasi sistem politik
demokrasi, pendidikan, dan penyadaran politik.
Masyarakat sipil (sivil society) mengejawantah dalam berbagai wadah
sosial politik di masyarakat, seperti organisasi keagamaan, organisasi profesi,
organisasi komunitas, media, dan lembaga pendidikan. Domain mereka terpisah
dari Negara maupun sector bisnis. Salah satu pengejawantahan masyarakat sipil
yang kerap terangkat menjadi titik focus perhatian adalah Non- govermental
organization (NGO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar