BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Positivisme
Positivisme
dalam bahasa Inggris, yaitu: positivism, dalam bahasa Latin positivus, ponere
yang berarti meletakkan. Positifisme sekarang merupakan istilah umum untuk
posisi filosofis yang menekanakan aspek faktual pengetahuan, khususnya
pengetahuan ilmiah dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan
pernyataan-pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi). Atau
dengan kata lain, positivime merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan
ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan
menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik.
Filsafat
positifisme lahir pada abad ke-19.Titik tolak pemikirannya, segala yang
diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya.
Positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas
pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, maka fakta-fakta
tersebut kita atur untuk dapat memberikan asumsi (proyeksi ke masa depan).
Beberapa tokoh diantaranya, August Comte (1798-1857), Jonh S. Mill (1806-1873),
Herbert Spencer (1820-1903).[1]
Para Tokoh
Positivisme:
a.
August Comte (1798-1857)
Ia lahir
di Montpellier, Prancis. Sebuah karya penting, Cours de Philosofia Positif
(kursus tentang filsafat positif), dan berjasa dalam mencipta ilmu sosiologi.
Menurut
pendapatnya pemikiran manusia dapat berkembang dalam tiga tahap: tahap
teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah/positif. Tahap teologis yaitu
manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang batiniyah (sebab
pertama).Disini manusia percaya pada kemungkinan adanya sesuatu yang
mutlak.Artinya dibalik semua kejadian tersirat adanya maksud tertentu.
Tahap metafisis, yaitu manusia hanya sebagai tujuan
pergeseran dari tahap teologis.Sifat yang khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat
adi kodrati, diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertiaan
abstrak, yang diintegrasikan dengan alam.
Tahap ilmiah/ positif, yaitu manusia mulai mengetahui dan
sadar, bahwa upaya pengenalan teologis dan metafisis tidak ada gunanya.Sekarang
manusia berusaha mencari hukum-hukum yang berasal dari fakta-fakta pengamatan
dengan memakai akal.Tahap-tahap tersebut berlaku pada setiap individu (dalam
perkembangan rohani) juga di bidang ilmu pengetahuan.
Di akhir
hidupnya, ia berupaya membangun agama baru tanpa teologi atas dasar filsafat
positifnya. Agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan
kemanusiaan dengan semboyan “cinta sebagai prinsip, teratur sebagai basis,
kemajuan sebagai tujuan”. Sebagai istilah ciptaannya yang terkenal altruis,
yaitu menganggap bahwa soal utama bagi manusia adalah usaha untuk hidup bagi
kepentingan orang lain.[2]
Positivisme Dan Aliran Lainpositivisme tampil sebagai
jawaban terhadap ketidak mampuan filsafat spekulatif (misalnya, idealisme
Jerman klasik) untuk memecahkan masalah filosofis yang muncul sebagai suatu
akibat dari perkembangna ilmu.Kaum positivis menolak spekulasi teoritis sebagai
suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan. Posuitivisme menyatakan salah dan
tidak bemakna semua masalah, konsep dan proposisi dari filsafat tradisional
tentang ada, substansi, sebab dan sebagainya, yang tidak dapat dipecahkan atau
diverifikasi oleh pengalaman yang berkaiatan dengan suatau tingkat yang tinggi
dari alam abstrak. Ia menyatakan dirinya sebagai suatu filsafat non metafisik,
yang sama sekali baru, yang dibentuk berdasrkan ilmu-ilmu empiris dan
menyediakan metodelogi bagi ilmu-ilmu tersebut.
Pada hakikatnya poitivisme merupakan empirisme, yang
disegi-segi tertentu sampai pada kesimpulan logis ekstrim: karena pengetahuan
apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak
ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Aliaran filsafat ini ditandai oleh pendewaan ilmu dan
metode ilmiah.Pada versi-versi awalnya, metode-metode ilmiah dianggap
berpotensi tidak saja memperbaharui filsafat tetapi juga masyarakat.Istilah ini
diperkenalakan oleh Saint-Simon menurutnya; implikasi-implikasi filsafat
positif mencakup pembaharuan-pembaharuan politik, pendidikandan agama.
b. J.S.Mill
John Stuart Mill (1806-1873) atau salah satu sahabat Comte.Tapi ada
pikiran-pikirannya yang bertentangan dengan Comte, seperti Mill menerima
peikologi sebagai ilmu yang paling fundamental.Mill juga meneruskan
prinsip-prinsip positivisme dalam bidang logika.
c. H. Spencer
Pemikiran Herbert Spencer (1820-1903) berpusat pada teori evolusi ia
telah mendahului Carles Darwin, ia memutuskan menulis karya tulis yang
menetrpkan prinsip evolusi srta sistematis. Hasilnya karya yang berjudul A
system of synthetic philosophy. Menurutnya kita hanya bisa mengenal
gejala-gejala saja walaupun dibelakang gejala tersebut ada dasar yang absolut,
tetapi absolut itu tidak dapat dikenal.
A. Pembagian
Positivisme
Positivisme
dapat dibagi menjadi dua, yaitu positivisme logis dan positivisme moral.
1. Positivisme Logis
Positivisme
logis merupakan aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang
dapat dibuktikan dengan pengamatan atau analisis definisi dan relasi antara
istilah-istilah.Tugas pertama dipersiapkan untuk ilmu dan yang kedua khusus
untuk filsafat.Menurut positivisme logis, filsafat ilmu murni mungkin hanya
sebagai suatu analisis logis tentang bahasa ilmu.Fungsi analisis ini di satu
pihak mengurangi metafisika, yaitu filsafat dalam arti tradisional, dan di lain
pihak, meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah.[3]
Ajaran
Pokok Positivisme Logis:
Positivisme logis empunyai beberapa ajaran pokok,
diantaranya, Penerimaan prinsip verifiabilitas, yang merupakan kriteria untuk
menentukan bahwa suatu pernyataan mempunyai arti kognitif.Arti kognitif suatu
pernyataan tergantung pada apakah pernyataan itu dapat diverifikasi atau tidak.
Semua pernyataan dalam matematika
danvlogika bersifat analitis (
tautologi) dan benar per definisi. Konsep-konsep matematika dan logika tidak di
verifikasi tetapi merupakan kesepakatan defisional yang diterapkan pada
realitas.Metode ilmiah merupakan sumber pengetahuan satu-satunya yang tepat
tentang realitas.
Filafat
merupakan analisis dan klarifikasi makna dengan logika dan metode ilmiah.
(beberapa ahli positivisme logis berupaya untuk menghilangkan semua filsafat
yang tidak tersusun segabai ilmu-ilmu logika-matematik). Bahasa pasa hakikatnya
merupakan suatu kalkulus.v Dengan formalisasi bahasa dapat
ditangani sebagai suatu kalkulus, yaitu dalam memecahkan masalah-masalah filosofis
( atau memperlihatkan yang mana darimasalah-masalah itu merupakan yang semu)
dan dalam hal menjelaskan dasar-dasar ilmu. Pernyataan-pernyataan metafisik
tidakv bermakna.Pernyataan-pernyataan itu
tidak dapat diverifikasi secara empiris dan bukan tautologi yang berguna. Tidak
ada cara yang mungkin untuk menentukan kebenarannya atau kesalahannyadengan
mengacu pada pengalaman, seperti ucapan “Yang tiada itu sendiri tiada”, yang
dipelopori oleh martin Heidegger, “yang mutlak mengatasi waktu“,“Allah adalah
sempurna“, ada murni tidak mempunyai cirri, pernyataan-pernyataan metafisik
adalah pernyataan semu.
Dalambentuk positivisme ekstrim, pernyataan-pernyataan
tentang eksisitensi dunia luar dan pikiran luar yang bebas dari pikiran kita
sendiri, dianggap tidak bermakna, karena tidak ada cara empiris untuk
mengadakan verifikasi terhadapnaya.
Penerimaan terhadap teori emotif dalamv
aksiologi.Nilai-nilai tidak ada apabila tidak bergantung pada kemampuan manusia
untuk menetapkan nilai-nilai.Nilai-nilai tidak merupakan objek-objek di dunia,
tidak dapat ditemukan dengan percccobaan, dan tidak dapat diperiksa, atau
dialami sebagaimana kita mengalami atau mengadakan verifikasi terhadap
eksistensi objek-objek.
2. Positivisme Moral
Positivisme
moral menegaskan bahwa nilai-nilai didasarkan pada kebudayaan dan
perkambangannya sesuai dengan variasi-variasi waktu dan tempat. Oleh karenaitu,
kebaikan atau nilai moral kegiatan manusia tidak terikat secara niscaya dan
secara tidak berubah dengan hakikat pribadi manusia, tetapi sama sekali tunduk
kepada semua variasi yang mungkin.Bukti utama bagi positivisme moral adalah
kesaksian sejarah. Setiap bangsa dan setiap kebudayaan mengembangakan nilai
moralnya sendiri dan nilai-nilai sering ditemukan bertentangan.Apa yang
sebelumnya diperbolehkan seakan-akan pada suatu generasi kemudian kurang
mendapat penghargaan dari manusia atau bahkan malah bersifat tidak sopan.
2.2 POSPOSITIVISME
Salah satu bentuk paradigma
pospositivisme adalah paradigma interpretatif.Pendekatan interpretif berasal
dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan
pemahaman dalam ilmu sosial.Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif
dari dunia social dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang
sedang dipelajarinya.Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial
mereka dalam rangka berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Ghozali
dan Chariri, 2007). Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah
menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu
terbentuk (Ghozali dan Chariri, 2007).
Salah satu pendiri pospositivisme adalah Karl Popper. Karl Popper lahir
di Vienna, Austria, 28 Juli 1902 dan meninggal di London, Inggris, 17 September 1994 (umur 92 tahun). Popper merupakan
salah satu dari sekian banyak filsuf ilmu dan pakar dalam bidang
psikologi belajar.Popper dikenal dengan gagasan falsifikasi, sebagai lawan dari
verifikasi terhadap ilmu.Falsifikasi adalah gagasan
melihat suatu teori dari sudut pandang kesalahan.Dengan menganggap teori itu
salah, dan dengan segala upaya dibuktikan kesalahan tersebut hingga mutlak
salah, dibuatlah teori baru yang menggantikannya.
Di zaman yang lebih modern Albert Einstein juga melakukan falsifikasi teori
tentang relativitas dalam mekanika.Einstein pada tahun 1905 memaparkan teori
elektrodinamika benda yang bergerak.Dia memanfaatkan
teori elektro-dinamika dari Maxwell, untuk menemukan batasan dari mekanika
Newton, membenturkan kedua teori, yakni mekanika klasik dengan teori
elektro-magnetisme.Einstein hendak menunjukan bahwa kerangka fisika dan
mekanika klasik yang berbasis ruang dan waktu absolut, yang secara matematik
dituliskan sebagai transformasi Galileo Galilei, tidak berlaku dalam kecepatan
amat tinggi.Einstein sekaligus membantah teori dari Heinrich Hertz
mengenai medium yang disebut ether pembawa cahaya, dimana gaya listrik dan gaya
magnet tidak dapat melampaui batasan ruang. Dengan teorinya yang dijuluki
sebagai Teori Relativitas Khusus itu Einstein menunjukan
ternyata tidak ada waktu absolut, akan tetapi hanya ada ruang- waktu yang
tergantung dari relasi-sistem. Dengan kata lain, dalam ruang-waktu yang
memuai secara cepat, pengukur waktu yang berdetik cepat-pun akan berjalan lebih
lambat. Teori elektro-dinamika benda bergerak
itu, kemudian terbukti dalam percobaan di laboratorium menggunakan jam atom,
serta dalam pengamatan waktu paruh dari partikel yang bergerak dengan kecepatan
mendekati kecepatan cahaya.
Kembali pada pemikiran Karl Popper tentang gagasan prinsip falsifikasinya.
Popper menggarisbawahi bahwa akal baru sungguh-sungguh bersifat kritis, apabila
mau membuang parameter yang mula-mula dipaksakan (imposed regulaties).
Pandangan ini disebut pula sebagai rasionalisme kritis di mana rasionalisme
tidak berarti bahwa pengetahuan didasarkan pada nalar seperti dikatakan
Descartes dan Leibniz, melainkan bahwa sifat rasional dibentuk lewat sikap yang
selalu terbuka untuk kritik. Inilah di antaranya
prinsip falsifikasi yang diutarakan oleh Popper dalam melakukan kritik terhadap
paradigma positivisme yang dianggap kaku dengan cara menggunakan serta hanya
mengakui metoda ilmiah yang umumnya digunakan (bersifat positivistik).
Senada dengan Karl Popper adalah I. Lakatos dalam tulisannya berjudul History
of Science and its Rational Reconstructions pada buku Boston Studies in
the Phylosophy of Science (1971) yang juga menyetujui model deduktif dalam
metode ilmiah. Namun Lakatos menyangkal adanya kemungkinan untuk experimentum
crucis, yaitu keadaan bahwa satu falsifikasi saja bisa menghancurkan suatu
teori.Ia berpendapat bahwa yang terjadi dalam pembaharuan suatu ilmu sebetulnya
merupakan peralihan dari teori yang satu ke teori yang lain. Teori-teori
beruntun atau berdampingan sebagai alternative.Jika itu menghasilkan teori yang
lebih baik, itu disebut program penelitian progresif, kalau tidak dinamakan
degeneratif. Van Peursen tidak menggolongkan kritik Lakatos ini ke dalam
paradigma konstruktivisme, tapi dia mengistilahkannya pemikiran Lakatos
tersebut sebagai “bentuk peralihan yang
mendekati kelompok
ini (konstruktivisme).
Untuk mengetahui pospositivisme
dapat kita gambarkan dalam 4 bagian
1.
Harus diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalam bidang
keilmuan, tetapi memang sangat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu
indikator yang membedakan antara keduanya bahwa pospositivisme lebih
mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui
berbagai macam metode. Dengan demikian, suatu ilmu memang betul mencapai
objektivitas apabila telah diverikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai
cara.
2. Pandangan aliran positivisme
bukan suatu realitas yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme
modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi
merupakan perkembangan akhir dari pandangan pospositisme.
3. Banyak pospositivisme yang
berpengaruh yang merupakan penganut realismedan ini, menunjukkan bahwa mereka
tidak mengakui adanya sebuah kenyataan. Realisme mengungkap bahwa semua
pandangan itu benar sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan
yang dianggap terbaik dan benar. Pospositivisme menolak pandangan bahwa
masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang
suatu objek oleh anggotanya.
4.
Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, Maka tidak ada sesuatu yang
benar-benar pasti. Pandangan ini tidak bisa diterima karena objektivitas
nerupakan indeikator kebenaran yang melandasi penyelidikan yang ingin
ditekankan bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.
Pospositivisme lawan dari
positivisme: cara berpikir yg subjektif Asumsi terhadap realitas:
there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan
tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan
lebih manusiawi Edmund Husserl (1859-1938) Gagasan Dasar Phenomenologi dari
Franz Bremento (1838-1917): “all consciousness is by its very nature
intentional, that is, directed toward some object”.
Phenomenologi dari Husserl (Phenomenologi modern). Kesadaran berilmupengetahuan yg pertama-tama adalah kesadaran manusia
tentang objek-objek intensional. Dua arti objek intensional: semantik dan
ontologik.
Makna semantik intensional: bila tidak dapat ditampilkan rumusan equivalennya (satu makna). Ontologik: sesuatu dikatakan intensional bila kesamaan identitas tidak menjamin utk dikatakan equivalen atau identik
Makna semantik intensional: bila tidak dapat ditampilkan rumusan equivalennya (satu makna). Ontologik: sesuatu dikatakan intensional bila kesamaan identitas tidak menjamin utk dikatakan equivalen atau identik
·
PARADIGMA POSPOSITIVISME
Merupakan versi modifikasi dari
positivisme (Positivisme terbukti gagal memahami realitas) Hasil
penelitian yang berasal dari manipulasi statistical modelling relatif semakin
kontradiktif, parsial dan kurang memberi gambaran yang jelas tentang situasi
masyarakat dimana penelitian itu dilakukan. Terjadi pergeseran paradigma
(khun) dari positivisme ke neopositivisme yang kemudian bermetamorfose menjadi
postpositivism.
PERBEDAAN LAIN
ANTARA PARADIGMA
POSITIVISME
DENGAN POSPOSITIVISME
Menekankan analisis parsial dan
dekontekstualisasikan (decontextualization) VS Menekankan analisis
menyeluruh dan kontekstualisasi (contextualization) Menekankan pemisahan
VS Menekankan integrasi Menekankan generalisasi VS Menekankan
spesifikasi Pertimbangan hanya pada objektivitas dan kuantifikasi VS
Pertimbangan juga pada subjektifitas dan non-kuantifikasi Ketergantungan
pada keahlian dan pengetahuan orang lain, peneliti sebagai orang luar VS
Pertimbangan juga diambil dari partisipan dan pengetahuan lokal; peneliti
sebagai orang dalam. Memberikan fokus perhatian pada controlling VS
Memberi fokus pada understanding
BAB III
KESIMPULAN
Positifisme sekarang merupakan istilah
umum untuk posisi filosofis yang menekanakan aspek faktual pengetahuan,
khususnya pengetahuan ilmiah dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan
pernyataan-pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi).
Ataudengan kata lain, positivime merupakan suatu aliran filsafat yang
menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan
yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofi satau metafisik.
Untuk mengetahui pospositivisme dapat kita gambarkan dalam 4 bagian
1.
Harus
diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang sangat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa pospositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.
2.
Pandangan aliran positivisme bukan suatu realitas yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan pospositisme.
3.
Banyak pospositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realisme dan ini, menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan. Realisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Pospositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
4.
Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, Maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Pandangan ini tidak bisa diterima karena objektivitas merupakan indeikator kebenaran yang melandasi penyelidikan yang ingin ditekankan bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Kattsof,
Louis, Pengantar Filasafat, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2004.
http://maktabah-stid.blogspot.com/2009/06/filsafat-modern-positivisme-dan.html diakses pada tanggal 12 april 2012
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=August_Comte&oldid=4938297 diakses pada 9
desember 2011
[1]Filsafat
Modern ((Positivisme Dan Evolusionisme)), (online), http://maktabah-stid.blogspot.com/2009/06/filsafat-modern-positivisme-dan.htmldiakses pada
tanggal 12april 2012
[2] August Comte, (online), http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=August_Comte&oldid=4938297 diakses pada 9 desember 2011
[3]Filsafat
Modern ((Positivisme Dan Evolusionisme)), (online), http://maktabah-stid.blogspot.com/2009/06/filsafat-modern-positivisme-dan.htmldiakses pada tanggal
9 desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar